Kamis, 23 Mei 2013

FF "A Tattoo" [ONESHOOT]



Tittle : A Tattoo
Creator : AhRinRyeo (Jung/Choi Sooneul)
Fb/Twitter : Arin Awwa/@arienN9
WP : http://www.ahrinsworld.wordpress.com
Cast :
- Kim Ryeowook (Ryeowook Super Junior)
- Jung Sooneul (AhRin/OC)
Genre : Fluff, Romance
Rating: PG 13+
Lenght : Oneshot/1.125 words
Disclaimer : FF ini ditulis oleh AhRinRyeo. Ide cerita murni berasal dari otak AhRinRyeo. Tokoh di dalamnya adalah milik keluarganya dan Tuhan YME. Tolong jangan copy-paste atau plagiat FF ini tanpa perizinan dari AhRinRyeo. Tapi jika menemukan FF dengan tema/judul/tokoh yang sama dengan FF ini, sesungguhnya itu murni KETIDAKSENGAJAAN. Dan ini hanya FIKSI/KHAYALAN semata. Thank you, be a good reader, and please leave your comment after read this

Happy Reading~
---
Tatkala terpaan sang bayu senja membelai lembut kulitku, menerbangkan surai hitam yang tergerai memeluk tubuhku. Di sini, di tempatku memandang genangan air yang mengalir jernih, aku masih menantimu. Tak peduli akan kemungkinan 'kau-tidak-datang' yang sebenarnya jauh lebih besar, tapi aku yakin, kau pasti dapat menunda waktu untuk menyinggahi hatiku, walau sebentar saja.
Pancaran sinar ini masih terpejam, saat kurasakan sebuah tangan memeluk perlahan tubuhku dari belakang. Aku tidak juga membantah, walau ia sempat membuatku geli karena dagunya di pundakku. Namun, bibir ini kemudian terangkat manis, kala sepatah kata, “Saranghae...” berhembus lirih mengetuk hatiku.
“Nado saranghae...”
Kini berganti, ia yang memejamkan matanya sembari menghirup kuat-kuat aroma khas tubuhku. Dan tanganku menggelayut manja di tangannya yang... oh! Apa ini?!
Aku mengibaskan tangannya kasar, tak sengaja. Mataku masih menatap aneh ukiran-ukiran bewarna di kulit putihnya.
“A-apa itu?!” Tunjukku di tangan sebelah kirinya. Matanya memandang bergantian antara aku dan apa yang kutunjuk.
“Apa? Ini? Ini tato, Chagi. Apa kau belum membuka twitter-mu? Aku sudah mempostingnya dua jam yang lalu, dan semua mengatakan kalau ini sangat cool! Bagaimana menurutmu? Ini ba-,”
“CUKUUUPP!!” Aku menyela kalimat panjangnya. Berusaha menghirup oksigen sebanyak-sebanyaknya sebelum aku kembali bertanya, “Maksudku, se-sejak kapan tato itu ada di tanganmu?”
“Sejak...” Ia nampak berpikir. “...tadi,” jawabnya enteng dengan memasang wajah polosnya yang sama sekali tidak pantas dengan tato di tangannya.
Aku menghela nafasku kasar. Menampilkan raut wajah yang tak lagi bergairah untuk berkencan dengannya. Sepertinya, aku menyesal bisa mencintainya sampai sekarang.
“Bagaimana? Bagus, tidak? Shy-young noona yang menggambarnya. Dia tahu saja kalau aku suka dengan anime ini,” ujarnya memandangi tangannya sendiri, nampak bangga karena telah memiliki apa yang ia inginkan.
“Kau kenapa? Kau tidak suka? Mianhae...”
Ia menunduk lesu. Jelas sekali perubahan ekspresi yang terjadi pada dirinya. Perasaan bersalah mulai menghantuiku. Yaa, memang lebih baik jika aku bisa meredam emosi.
“Tapi itu tidak permanen, kan?”
Ia tampak bingung. Matanya berputar seakan mengingat-ingat perkataan sang pelukis tangan. Tapi, tak lama setelah itu, ia menjawab seraya menggeleng pelan, “Aku tidak tahu...”
Baiklah, bersamaan dengan kembalinya sang surya keperaduan, aku putuskan bahwa impian kami untuk makan malam bersama di sebuah restoran sederhana yang romantis, batal. Karena aku langsung melenggang pergi. Tak peduli lagi dengan dirinya yang kini tengah memekik memanggil namaku. Namun saat aku kian menjauh, ia ternyata masih di tempatnya, lebih mementingkan sambungan telepon yang semakin mendukung batalnya rencana berkencan kami berdua.
***
Dalam gemericik nada-nada gerimis yang mengenai tajam kulitku. Aku sengaja, tak ingin pulang berpayung duka. Karena pikirku, air mata ini pasti akan terhapus dengan sendirinya jika aku membiarkannya melarut bersama tangisan sang bumi malam.
Aku memang cengeng, manja, dan egois. Meskipun dia tidak pernah mengeluh atas sikapku, tapi aku sadar diri, ia pasti lelah menghadapiku. Selama dua tahun aku bersamanya, memang akulah yang seakan-akan tidak tahan dengan kepolosannya, tidak pernah suka dengan pilihannya, dan tidak bisa menghargai kesabarannya untuk memahamiku. Aku memang yang salah menilai. Ia bahkan sudah pernah berkata, ia bukanlah lelaki romantis yang menyatakan cintanya pada seorang gadis dengan berbagai rayuan. Namun nyatanya ia lebih dari itu. Denganku, ia menjadi lelaki sehangat rembulan, yang selalu memelukku di kala bekunya hati tak bisa dielak.
Tidak bisa kupungkiri, walau logika mengharuskanku untuk melepasnya, hati tetap tak ingin menyerah menggapai impian bersama dia. Yang ternyata mampu membutakan pikiran dan hatiku sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Ah, tapi kurasa seluruh fans-nya pasti juga akan merasakan hal yang sama. Hanya saja, mungkin aku termasuk yang beruntung. Bisa merasakan langsung kasih sayang dari seorang Kim Ryeo Wook, salah satu anggota dari grup besar, Super Junior, yang sedang naik daun saat ini dan memiliki ribuan fans di seluruh penjuru dunia.
Kian larut, kian deras pula rintikan gerimis malam. Aku pun mengeratkan jaketku. Jaket pemberian darinya sebagai hadiah ulang tahunku saat Agustus tahun lalu. Begitu hangat, layaknya pengganti dirinya yang tidak bisa setiap waktu di sampingku. Seperti sekarang, ia pasti tengah menyapa para fans setianya melalui radio.
Deru mesin mobil sempat menghentikan langkahku. Membuatku penasaran lalu melirik sekilas ke arah suara itu. Mobil itu, tidak asing lagi. Sebaiknya, aku percepat saja langkahku sebelum dia menarikku dan membuatku tak bisa berkutik.
Ah, tapi terlambat.
Pelukan di bawah matahari senja itu kembali ia berikan. Mengunciku rapat hingga tak ingin beranjak. Dan dalam keheningan di bawah derasnya langit gulita, ia masih saja mencium aroma tubuhku yang telah bercampur dengan basahnya air hujan. Masih saja bergumam menghembuskan kata-kata yang sama seperti tadi sore, “Saranghae...”
Namun kali ini tidak ada balasan dariku. Aku harus sanggup menahan pekikan hati yang telah meluap. Meski sebenarnya, aku lebih rapuh dibandingkan dengan sebatang kayu yang layu.
“Kenapa kau masih di sini, hum? Apa kau tidak kedinginan?”
Tidak, selama kau ada, Oppa. Tapi, maafkan aku, belum berani menyuarakan isi hatiku. Karena aku... takut.
“Maafkan aku, membuatmu marah...”
Sama sekali tidak. Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku... egois.
“Kau dengar aku, kan? Jangan menangis...”
“Pergilah dari sini, Oppa... Nanti kau kedinginan.”
Aku mulai berani berucap. Sangat lirih...
“Biar saja, yang penting kau merasa hangat dalam dekapanku,” ucapnya masih dalam posisi yang sama, dan kian erat peluknya di tubuhku.
“Dan biarkan hujan menghapus segala kesalahanku padamu. Mungkin juga hujan bisa melunturkan tato tak bermakna ini,” lanjutnya dan tepat mengenai hatiku. Ia... ternyata begitu baik. Hanya demi diriku?
“Tidak bermakna? Bukannya kau suka tato itu? Aku tidak apa-apa, pergilah. Para fansmu pasti sudah tidak sabar mendengar suaramu sekarang.”
Aku melepaskan tangan eratnya perlahan. Tapi, meski ia tak sekekar anggota Super Junior yang lain, tenaganya masih lebih kuat dibanding diriku.
“Jangan pergi... Ijinkan aku untuk menepati janjiku, berkencan denganmu malam ini, walau tak sesuai dengan apa yang kita rencanakan sebelumnya.”
Suaranya bergetar. Ia pasti menahan dingin yang menusuk kulitnya karena ia hanya memakai kaos lengan pendek, yang sama sekali tidak bisa menghangatkan tubuhnya.
Aku menggenggam tangannya, membalik tubuhku agar bisa menatap wajah lesunya. Sebenarnya, aku sudah menangis sejak tadi, tapi tak terlihat karena air mataku mengalir bersama tetesan embun awan. Aku mengusap pipinya yang juga basah, menatap manik matanya dengan perasaan bersalah.
“Maafkan aku...”
“Kau tidak bersalah. Memang tidak seharusnya aku melukiskan gambar ini di tanganku. Karena aku sudah mempunyai ukiran yang lebih indah dan bermakna, yang aku simpan rapat di dalam sini.” Ia meraih tanganku, meletakkannya di atas dada bidangnya. Aku memandangnya heran. Namun ia melanjutkan kata-katanya, “Ukiran itu adalah ukiran wajahmu, senyummu, dan semua tentangmu, termasuk cinta kita yang kuharap akan abadi.”
Aku menangis, lagi. Di dalam hati ini, aku tak menyangka akan bertemu dengannya, dan bisa mendapatkan cinta darinya. Aku terharu. Kepolosannya yang kadang membuatku kesal, ternyata kini dapat membuatku tersenyum. Ia memang kadang kejam karena tidak pernah peduli dengan perkataan orang yang ingin menjatuhkannya. Namun ia selalu peduli, dengan perasaanku, dan hubungan kami.
Tibalah saat langit kembali menurunkan gerimis. Aku menyandarkan kepalaku di dadanya, memeluknya erat seakan tak ingin lepas. Ya, aku memang takut. Takut kehilangan dirinya.
“Kim Ryeo Wook Oppa...”
“Saranghae...”
END
NB: ini bagi yg belum tau, beberapa minggu yang lalu, @ryeong9 (Ryeowook's twitter) update foto dia sama tato di tangannya. Jadi, ini terinspirasi dari situ  no bash ya~ its just fiction, ya!  gomawo buat yg udah read, then comment 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar